Apakah Menangis Bisa Membatalkan Puasa?

Ada anggapan di sebagian masyarakat tentang beberapa hal yang bisa membatalkan puasa. Salah satunya adalah menangis. Dengan demikian, orang yang sedang berpuasa sama sekali tidak boleh menangis sebab menimbulkan konsekuensi hukum, yakni batalnya puasa. Apakah benar demikian? Berikut paparan singkatnya.

Sebelum membahas apakah menangis dapat membatalkan puasa atau tidak, terlebih dahulu akan kami paparkan pembatal puasa yang disepakati oleh para ulama, sebagai berikut.

Makan, minum, dan jima’ di siang hari. Adapun dalilnya adalah firman Allah swt:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَٱشْرَبُواْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلأسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ ٱلصّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ

“Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui, bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima taubatmu dan memaafkanmu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka ketika kamu beritikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatNya kepada manusia, agar mereka bertaqwa [Q.S. al-Baqarah (2): 187].” 


Berkaitan dengan ayat ini, Ibn al-Mundzir mengatakan:

لم يختلف أهل العلم أن الله عز وجل حرَّم على الصائم في نهار الصوم الرفث وهو الجماع والأكل والشرب

“Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa Allah swt mengharamkan ar-rafats di siang hari Ramadhan bagi orang yang berpuasa. Adapun makna ar-rafats adalah jima’, makan, dan minum (lihat al-Ijma’, hal. 59).”

Ibnu Qudamah mengatakan,

يفطر بالأكل والشرب بالإجماع وبدلالة الكتاب والسنة

“Batalnya puasa sebab makan dan minum adalah berdasarkan ijma’ dan petunjuk Al-Qur’an dan as-Sunnah (lihat al-Mughni, III: 119).”

Beliau juga mengatakan,

لا نعلم بين أهل العلم خلافاً في أنّ من جامع في الفرج فأنزل، أو لم ينزل أو دون الفرج فأنزل أنه يفسد صومه

“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan para ulama tentang orang yang bersetubuh (ketika siang hari puasa) pada kemaluan kemudian mengeluarkan mani atau pun tidak, atau mengeluarkan mani jika bersetubuh bukan pada kemaluan adalah membatalkan puasa (lihat al-Mughni, III: 134).”

Pernyataan ijma juga disampaikan Syaikhul islam Ibn Taimiyah,

ما يفطر بالنصٍّ والإجماع وهو الأكل والشرب والجماع

“Hal yang menbatalkan puasa berdasarkan nash dan ijma’ adalah makan, minum,dan bersetubuh (di siang hari) (lihat Majmu’ah al-Fatawa, XXV: 219).”

Pembatal selanjutnya adalah haid dan nifas. Adapun dalilnya adalah:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا
“Dari Abu Sa’id ra, ia berkata; Nabi saw bersabda: ‘Bukankah jika perempuan sedang haid tidak boleh shalat dan puasa? Maka itulah kekurangan agamanya (HR. al-Bukhari no. 304, 1951).

Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Qudamah mengatakan:

أجمع أهل العلم على أن الحائض والنفساء لا يحل لهما الصوم وأنهما يفطران رمضان ويقضيان، وأنهما إذا صامتا لم يجزئهما الصوم

“Para ulama sepakat bahwa wanita haid dan nifas tidak dihalalkan untuk berpuasa. Keduanya berbuka ketika Ramadhan dan mengqadla di hari yang lain. Dan jika tetap berpuasa, maka puasa keduanya tidak mencukupi (lihat al-Mughni, III: 152).”

Syaikhul Islam juga menegaskan adanya ijma’,

وكذلك ثبت بالسنة واتفاق المسلمين أنّ دم الحيض ينافي الصوم فلا تصوم الحائض لكن تقضي الصوم

“Demikian pula ditetapkan berdasarkan as-sunnah dan kesepakatan (ijma’) kaum Muslimin bahwa darah haid menafikan puasa. Sehingga wanita haid tidak (boleh) berpuasa dan menggantinya di hari yang lain (lihat Majmu’ah al-Fatawa, XXV: 220).”

Di tempat lain dalam Majmu’ Fatawa, beliau juga menegaskan,

وخروج دم الحيض والنفاس يفطر باتفاق العلماء

“Keluarnya darah haid dan nifas menyebabkan berbuka sesuai kesepakatan ulama (lihat Majmu’ah al-Fatawa, XXV: 267).”

Pembatal selanjutnya adalah murtad atau keluar dari agama Islam. Allah swt berfirman:

وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka amal mereka di dunia dan akhirat sia-sia, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal didalamnya [QS. al-Baqarah (2): 217].”

Ibnu Qudamah mengatakan,

لا نعلم بين أهل العلم خلافاً في أنّ من ارتد عن الإسلام في أثناء الصوم أنه يفسد صومه وعليه قضاء ذلك إذا عاد إلى الإسلام سواءٌ أسلم في أثناء اليوم أو بعد انقضائه

“Kami tidak mengetahui adanya perselisihan ulama tentang orang yang murtad dari agama Islam ketika sedang berpuasa, bahwa hal itu merusak puasanya dan ia wajib mengqadla apabila kembali masuk Islam, baik ia masuk ketika bulan Ramadhan masih berjalan maupun setelah berakhir (lihat al-Mughni, III: 133).”

Pembatal puasa yang disepakati selanjutnya adalah muntah dengan sengaja.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ ذَرَعَهُ قَيْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنْ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulallah saw bersabda: ‘Siapa saja yang dikalahkan oleh muntah dan ia sedang puasa, maka tidak ada qadla baginya. Adapun jika sengaja muntah, maka ia wajib mengqadla [H.R. Abu Dawud (2380), Ibnu Majah (1676), at-Tirmidzi (729), an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubra (3117), Ahmad (10463), Ibnu Khuzaimah (3518), dan al-Hakim (I: 426). Dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Abi Dawud, VII/140, pada Bab ash-Shaim Yastayqi’ ‘Amidan].”

Berdasarkan pemeparan, menangis tidak membatalkan puasa apapun penyebabnya. Namun perlu juga memperhatikan apa penyebab seseorang menangis mengingat ibadah puasa bukan hanya soal sah dan tidak dalam timbangan fikih, melainkan juga berusaha untuk menggapai dan melakukan amal terbaik.

Jika menangis karena merenungi dosa dan ketika membaca Al-Qur’an misalnya, maka hal ini amat bagus. Namun jika disebabkan oleh hal yang tidak sewajarnya seperti karena menonton film atau sinetron, maka ini adalah perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa dan segeralah untuk dijauhi. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
 
.tongkronganislami.net

Subscribe to receive free email updates: