Menjaga diri dari pembatal atau hal-hal yang berpotensi membatalkan
puasa adalah sebuah keharusan. Ini dilakukan sebagai wujud keseriusan
dan perhatian seseorang pada puasa yang sedang dilakukan. Berkaitan
dengan ini, Rasulallah saw bersabda:
عَنْ عَاصِمِ بْنِ لَقِيطِ بْنِ صَبْرَةَ
عن أَبِيهِ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي عَنْ الْوُضُوءِ
قَالَ أَسْبِغْ الْوُضُوءَ وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ
تَكُونَ صَائِمًا
“Dari ‘Ashim bin Laqith bin Shabrah, dari bapaknya, ia berkata; Aku berkata (bertanya), ‘Wahai Rasulallah, ajarkan aku berwudlu’. Beliau bersabda: ‘Sempurnakanlah wudlu, dan bersungguh-sungguhlah saat berinstinsyaq (membersihkan hidung dengan cara menghirup air) kecuali jika engkau sedang puasa [H.R. Abu Dawud (142, 143, 144), at-Tirmidzi (38), an-Nasai, I: 66, Ibnu Majah (407), Ahmad (16385), Ibnu Hibban (1054)].”
Riwayat ini berisi penegasan tentang keharusan untuk berhati-hati bagi orang yang sedang berpuasa. Sebab berlebihan ketika istinsyaq dikhawatirkan dapat menjadi sebab masuknya air ke dalam kerongkongan dan dapat menjadi sebab batalnya puasa.
Terkait dengan puasa, salah satu hal yang sering menjadi pertanyaan adalah tentang bersiwak dan sikat gigi, terlebih jika disertai dengan pasta gigi. Lalu bagaimana penjelasan tentang keduanya? Berikut bahasan singkat dari kami.
Berkaitan dengan siwak, Rasulallah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ
“Dari Abu Huraitah, ia berkata; Rasulallah saw bersabda: ‘Sekiranya tidak membebani umatku, aku akan perintahakan mereka untuk bersiwak di setiap wudlu [H.R. al-Bukhari (secara mu’allaq), Ibnu Abi Syaibah (1787).”
Hadits ini -dan yang semakna dengannya- menjadi dalil tentang bolehnya menggunakan siwak dalam setiap keadaan (basah atau kering) dan setiap waktu, temasuk ketika sedang berpuasa. Sebagian ulama Malikiyah dan asy-Sya’bi memakruhkan penggunaan siwak basah di siang hari (ketika puasa) karena memiliki rasa. Namun pendapat ini tidak disetujui oleh Ibnu Sirin. Beliau mengatakan air pun memiliki rasa namun kita tetap boleh berkumur denganya.
Pandangan ini sejalan dengan Ibnu Umar yang membolehkan penggunaan siwak
kering maupun basah. Oleh karena itu, siwak yang basah maupun kering
tidak menjadi masalah selama tidak masuk ke dalam kerongkongan. Jika ada
sesuatu yang basah masuk ke mulut kemudian dikeluarkan kembali, maka
tidak merusak puasanya (Lihat Tuhfah al-Ahwadzi, III: 488, al-Fatawa
al-Kubra, II: 474, dan Mukhtashar Shahih al-Imam al-Bukhari karya Syaikh
al-Albani, I: 561 pada “Bab as-Siwak ar-Rathbi wa al-Yabis li
ash-Shaim).”
Berdasarkan paparan diatas, pada dasarnya seseorang boleh menggunakan pasta gigi ketika puasa, namun dengan catatan ia berhati-hati ketika menggunakannya mengingat sifat pasta gigi yang sangat mudah tercampur dengan ludah sehingga sangat rawat untuk masuk ke tenggorokan. Berkaitan dengan ini, Syaikh Nuh Ali Salman, salah satu anggota Dar al-Ifta memberikan paparan sebagai berikut:
Apa saja yang masuk ke mulut namun tidak sampai ke kerongkongan (al-jauf) maka tidak membatalkan puasa, baik berupa makanan, minuman, maupun selain keduanya. Oleh karenanya, berkumur-kumur dengan air atau selainnya tidak membatalkan puasa selama tidak sampai masuk ke kerongkongan. Demikian juga dengan mencicipi makanan dan menggunakan pasta gigi. Ini menurut pertimbangan teoritis.
Namun jika dilihat secara praktikal, pasta yang digunakan untuk membersihkan gigi (rasanya) bercampur dengan ludah dan (bisa) sampai ke kerongkongan. Padahal puasa merupakan perkata penting, sehingga bagaimana mungkin seorang muslim tidak khawatir dan (malah) menjerumuskan dirinya pada kehancuran (batalnya puasa –pent) dengan perbuatan semisal ini.
Rasulallah saw telah bersabda tentang berkumur-kumur dan istinsyaq
kepada orang yang meminta diajarkan wudlu: “Jika engkau berwudlu,
bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq selama engkau tidak berpuasa.”
Hadits ini diriwayatkan oleh an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra.
Rasulallah saw melarang orang ini untuk berlebihan ketika istinsyaq dan
berkumur karena khawatir dapat menjadi penyebab masuknya air ke
kerongkongan.
Meskipun Nabi saw terkadang berkumur secara sungguh-sungguh, namun tidak
sampai menyebabkan masuknya air ke kerongkongan. (Nasehat ini) adalah
untuk berhati-hati (al-ihtiyath). Dan dalam penggunaan pasta gigi
-sebagai wujud dari sikap berhati-hati-, hendahlah tidak digunakan.
Barang siapa menggunakannya dan tidak sampai/masuk ke kerongkongan, maka
puasanya tidak batal [Lihat Fatawa asy-Syaikh Nuh ‘Ali Salman (Fatawa
ash-Shaum, no. 40)].
Fatwa diatas juga sejalan dengan asy-Syabakah al-Islamiyyah (no. 6139) yang tidak menganjurkan penggunaan pasta gigi di siang hari (sejak memulai puasa –pent) bagi orang yang berpuasa. Jika ingin menggunakannya, hendaklah dilakukan di malam hari (sebelum waktu sahur usai –pent). Meskipun secara prinsip tidak membatalkan puasa selama tidak tertelan dengan sengaja.
Fatwa diatas juga sejalan dengan asy-Syabakah al-Islamiyyah (no. 6139) yang tidak menganjurkan penggunaan pasta gigi di siang hari (sejak memulai puasa –pent) bagi orang yang berpuasa. Jika ingin menggunakannya, hendaklah dilakukan di malam hari (sebelum waktu sahur usai –pent). Meskipun secara prinsip tidak membatalkan puasa selama tidak tertelan dengan sengaja.
Kesimpulannya, penggunaan pasta gigi pada saat puasa di siang hari dibolehkan selama ia berhati-hati dalam penggunaannya. Namun yang lebih utama adalah tidak memakainya (pasta gigi), atau silahkan digunakan selepas makan sahur. Hal ini untuk menghindari percampuran rasa yang terdapat dalam pasta gigi dengan air ludah; berpotensi untuk membatalkan puasa. Pun demikian halnya dengan penggunaan siwak basah.
Sumber:tongkronganislami