Jangan Membentak Ibumu, Nak!


Saat ditanya siapa wanita paling cantik di dunia? Semua anak pasti akan menjawab, Ibunya! Ya, ibu adalah wanita paling cantik di dunia. Ibu juga seseorang yang sangat mulia, dan pahlawan tanpa tanda jasa.

Namun, terkadang anak tidak bisa mengerti bagaimana perasaan Ibu. Kebanyakan anak seenaknya saja menyuruh dan membentak ibunya saat keinginannya tidak terpenuhi.

Mari kita simak kisah yang menyentuh ini.

“Bu, masakin air dong, Bu. Aku mau mandi pakai air hangat,” seorang anak meminta ibunya menyiapkan air hangat untuk mandinya.

Sang ibu dengan ikhlas melaksanakan apa yang diperintah oleh sang anak. Dengan suara lembut ibunya menyahut, “Iya, tunggu sebentar ya, sayang!”

“Jangan terlalu lama ya Bu! Soalnya saya ada janji sama teman,” ujar sang anak.

Tidak lama kemudian sang ibu telah usai menyiapkan air hangat untuk buah hatinya.

“Nak, air hangatnya sudah siap,” ibu itu memberi tahu.

“Lama sekali sih, Bu…” kata anaknya sambi sedikit membentak.

Setelah selesai mandi dan berpakaian rapi, sang anak berpamitan kepada ibunya, “Bu, saya keluar dulu ya, mau jalan-jalan sama teman.”

“Mau kemana, Nak?” tanya sang ibu.

“’Kan sudah saya bilang, mau keluar jalan-jalan sama teman,” kata sang anak sambil mengerutkan dahi.

Malam harinya, si anak pulang dari jalan-jalan. Sesampainya di rumah ia merasa kesal karena ibunya tidak ada di rumah. Padahal perutnya sangat lapar, di meja makan tidak ada makanan apa pun.

Beberapa saat kemudian, ibunya datang sambil menegornya, “Nak, kamu sudah pulang? Sudah dari tadi?”

“Hah! Ibu dari mana saja. Saya ini lapar, mau makan tidak ada makanan di meja makan. Seharusnya kalau ibu mau keluar itu masak dulu…” kata si anak dengan suara sangat lantang.

Sang ibu mencoba menjelaskan sambil memegang tangan anaknya, “Begini sayang, kamu jangan marah dulu. Ibu tadi keluar bukan untuk urusan yang tidak penting, kamu belum tahukan kalau istrinya Pak Rahman meninggal?”

“Meninggal? Padahal tidak sakit apa- apa ‘kan, Bu?” sang anak sedikit kaget, nada suaranya juga tidak tinggi lagi.

“Ia meninggal tadi sore, saat melahirkan anaknya. Kamu juga harus tahu Nak, seorang Ibu itu bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya,” ibunya memberikan penjelasan.

Hati sang anak mulai terketuk, dengan suara lirih ia bertanya pada ibunya, “Itu artinya, Ibu saat melahirkanku juga begitu? Ibu juga merasakan sakit yang luar biasa juga?”

“Iya, Anakku. Saat itu Ibu harus berjuang menahan rasa sakit yang luar biasa. Namun, ada yang lebih sakit daripada sekadar melahirkanmu, Nak,” sang ibu menjawab.

“Apa itu, Bu?” si anak ingin tahu apa yang melebihi rasa sakit ibunya daripada saat melahirkannya.

Sang ibu tak mampu menahan air mata yang mengalir dari setiap sudut matanya seraya berkata, “Rasa sakit saat ibu melahirkanmu itu tak seberapa, bila dibandingkan dengan rasa sakit yang Ibu rasakan saat engkau membentak Ibu dengan suara lantang, saat kau menyakiti hati Ibu, Nak.”

Mendengar hal itu, sang anak langsung menangis dan memohon ampun kepada ibunya. Ia begitu menyesal telah membentak dan menyuruh-nyuruh ibunya.

Bagi seorang Ibu, dibentak oleh anak sendiri terasa lebih sakit daripada saat melahirkan anaknya. Bagaimana sikap kita terhadap Ibu kita?

Sumber: intisari.grid.id

Subscribe to receive free email updates: